Monday, May 25, 2015

Mengenal Lebih Dekat Sosok Djamin Gintings

Mengenal Lebih Dekat Sosok Djamin Gintings
Djamin Gintings
Sumber:kolektorsejarah.wordpress.com

Mengenal Lebih Dekat Sosok Djamin Gintings - Djamin Gintings adalah anak petani yang dilahirkan tanggal 12 Januari 1921, di desa Suka yang berjarak kira-kira 86 km dari kota Medan, Sumatera Utara, dari pasangan Laufak Ginting Suka dan Tindang Beru Tarigan.

Karir militernya yang sangat panjang diawali dari masuknya beliau ke dalam bala tentara Pembela Tanah Air (PETA). Sempat dipenjarakan oleh tentara sekutu karena terlibat dalam pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selanjutnya beliau diamanahkan untuk memimpin berbagai satuan-satuan militer dalam menghadapi agresi Belanda beserta sekutu-sekutunya.

Salah satu peristiwa yang sangat menarik pada fase agresi ini, yang menunjukkan kejeniusan beliau di bidang militer adalah ketika beliau mengambil inisiatif tanpa sepengetahuan atasannya, Kol. Hidayat Komandan Divisi X, untuk menyerang secara mendadak pos terdepan Belanda di Tanah Karo yang berbatasan langsung dengan Aceh (Tanah Alas) yaitu benteng Mardinding dan Lau Balang.

Padahal saat itu, sesuai dengan kesepakatan RI dan Belanda dalam perjanjian Renville (1947), semua wilayah Tanah Karo dianggap merupakan daerah pendudukan Belanda, sehingga semua pasukan TNI harus disingkirkan dari daerah itu.

Dalam pidato singkat penyerbuan ke Tanah Karo, Djamin Gintings sebagai Komandan Resimen IV, terus terang menyatakan,

” …memang saya belum mendapat perintah dari Komandan Divisi … tetapi demi keselamatan Negara RI saya akan memikul tanggung jawab penuh untuk segera menyerang daaerah yang diduduki Belanda itu ...”

Inisiatif beliau itu dipicu oleh serangan udara yang dilakukan tentara Belanda ke arah basis pertahanan Djamin gintings sebelum beliau melakukan penyerangan benteng itu.

Kedua pos pertahanan Belanda itu memang tidak berhasil direbut, mengingat peralatan tempur Belanda yang jauh lebih kuat, namun serangan dadakan itu berhasil membuat pertahanan Belanda kucar-kacir, apalagi setelah penyerangan itu Djamin Gintings beserta pasukannya melaksanakan taktik gerilya.

Setelah fase Agresi Militer Belanda I dan II usai pada tahun 1950, kesetiaan dan ketegasan haluan politiknya untuk berdiri di belakang Pemerintahan Soekarno dan NKRI demi melawan kekuatan pemberontak yang marak terjadi pada masa itu, membuat Djamin Ginting diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Pangdam Bukit Barisan yang melingkupi seluruh wilayah Sumatera pada tahun 1957-1958.

Keberhasilannya dalam memimpin dan terlibat aktif dalam satuan-satuan militer untuk mengatasi berbagai pemberontakan, meningkatkan karir militernya menjadi Inspektur Jendral Angkatan Darat (1965-1968).

Seiring meredanya pemberontakan, beliaupun aktif dalam bidang politik dan sosial budaya. Menjadi anggota DPR dan sebagai Ketua Sekretariat Bersama Golongan Karya (1968 – 1972), mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum dan Sosial Politik Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai salah satu inisiator dan pendirinya, terlibat aktif dalam mendirikan berbagai sekolah dan rumah sakit.

Pengalaman-pengalaman beliau yang luar biasa dalam bidang militer, politik dan sosial budaya, memuluskan karirnya menjadi seorang diplomat handal, dengan duduk sebagai Ketua Diskusi Luar Negeri (1968-1972), Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia di Canada (1972-1974).

Di ibukota Negara Canada, Ottawa, pada tanggal 23 Oktober 1974, Letjen Djamin Gintings meninggal dunia, meninggalkan segudang kisah-kisah yang menginspirasi generasi-generasi setelahnya. Beliau dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Satu hal lagi yang sangat menarik dari beliau adalah kegiatan menulis buku harian (diari) yang dilakukannya, suatu kegiatan yang relatif jarang ada di jamannya. Berdasarkan diarinya tersebut (gambar), beliau sempat membuat buku berjudul “Bukit Kadir” pada tahun 1964, mengenai salah satu kisah pertempuran yang pernah dilaluinya.

Sedangkan buku keduanya “Titi Bambu” yang tidak sempat diselesaikannya, disempurnakan dan diterbitkan keluarganya pada tahun 1979. Sayangnya, kedua buku itu tidak dipublikasikan secara luas, hingga pada tahun 2009, keluarga yang dibantu oleh ahli sejarah menerbitkan buku “Dari titi Bambu ke Bukit Kadir.”
Atas jasa-jasanya yang signifikan bagi NKRI, berbagai komponen masyarakat mengusulkan Letjen Djamin Gintings menjadi Pahlawan Nasional. Secara de facto, sebenarnya beliau telah dianggap sebagai Pahlawan Nasional.

Dalam rangka usaha untuk mengajukannya secara de jure oleh pemerintah, pada tanggal 3 Maret 2012 yang lalu, Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara (Lemlit USU Medan), bekerjasama dengan Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan (Pussis-Unimed), mengadakan Seminar Nasional Epos Kepahlawanan Letjen Djamin Gintings yang diadakan, di Balai Citra–Tiara Convention Hall, Medan.

Sebagai narasumber dalam seminar tersebut adalah Ahli Peneliti Utama pada Pusat Penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr Asvi Warman Adam, Dosen Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU Dr Suprayetno MHum, Kepala Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Unimed Dr phil Ichwan Azhari, Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut JA Ferdinandus, Ketua DPD LVRI Sumut Kol H Rino Kusyanto dan wartawan senior Muhammad TWH.

Hasil seminar tersebut menyepakati bahwa Letjen Jamin Ginting layak diberi gelar Pahlawan Nasional,

No comments:

Post a Comment